Let's Translate

Kamis, 16 Februari 2012

Takaful Paper

 BAB I
PENDAHULUAN

   A.  Latar Belakang
Kemunculan agama Islam terjadi sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu, di mana dasar penerapan prinsip syariah diletakkan dalam industri keuangan. Hal itu dikarenakan, dalam Islam dikenal kaidah mu’amalah yaitu kaidah hukum yang disebabkan adanya hubungan antar manusia. Sekitar tahun 1960-an banyak cendekiawan muslim dari negara-negara Islam sudah mulai melakukan pengkajian ulang atas penerapan sistem hukum Eropa ke dalam industri keuangan dan sekaligus memperkenalkan penerapan prinsip syariah islam dalam industri keuangannya. Pada awalnya prinsip syariah islam diterapkan pada industri perbankan. Selanjutnya, penerapan prinsip syariah juga diterapkan dalam sektor di luar industri perbankan, misalnya industri asuransi (takaful). Sistem asuransi diadopsi sebagai sistem saling menolong dan membantu di antara para pesertanya.

Ibnu Abidin dianggap orang pertama di kalangan fuqoha yang mendiskusikan masalah asuransi. Beliau menulis, "Telah menjadi kebiasaan bila para pedagang menyewa kapal dari seorang harby, mereka membayar upah pengangkutannya. Ia juga membayar sejumlah uang untuk seorang harby yang berada di negeri asal penyewa kapal, yang disebut sebagai sukarah (premi asuransi) dengan ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang disewanya itu, apabila musnah karena kebakaran, tenggelam, dibajak atau sebagainya, maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penanggung sebagai imbalan uang yang diambil dari pedagang itu. Apabila barang-barang mereka terkena masalah yang disebutkan di atas, maka si wakillah yang membayar kepada para pedagang itu sebagai uang pengganti sebesar junlah uang yang pernah diterimanya.

Berdasarkan cuplikan perkataan fuqaha itulah yang menjadi faktor pendorong diperlukannya sebuah pembahasan tentang asuransi syariah. Selain itu, saat ini perusahaan asuransi syariah tersebar di seluruh dunia dan perkembangannya dapat dibilang cukup pesat. Dari asset $550 juta pada tahun 2000, $193 juta diantaranya berada di Asia Pasifik, meningkat menjadi $1,7 milyar. Angka ini terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah asuransi syariah di dunia. Pada tahun 2004 asetnya sudah mencapai $2 milyar. Angka-angka di atas merupakan akumulasi untuk asuransi jiwa dan selain jiwa. Asuransi keluarga syariah mendominasi perkembangan asuransi dunia, mencapai 75%, di mana 60%nya berasal dari asuransi jiwa syariah. Menurut General Manager Manajemen Keuangan dan Korporasi Solidarity Bahrain, Ashraf Bseisu, menyebutkan total premi asuransi syariah di dunia saat ini diestimasi berjumlah antara 1,7 hingga 2,3 miliar dolar AS. Dari jumlah tersebut, sekitar 46 persen premi berada di pasar asuransi syariah Timur Tengah. Berdasarkan pengkajian Solidarity, pada 2015, pasar asuransi syariah diprediksi meningkat beberapa kali lipat dibandingkan saat ini. Pada tahun tersebut, pasar asuransi syariah diprediksi meningkat menjadi antara 7,4 miliar hingga 14 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar 27 persen berada di Eropa dan AS. Menurut Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Muhaimin Iqbal, total aset asuransi syariah pada semester I kemarin hanya Rp 967,458 miliar. Sangat kecil jika dibanding asuransi jiwa konvensional yang telah mencapai Rp 18,271 triliun. Karena pasarnya yang belum berkembang itulah yang membuat perusahaan asuransi berskala global tergiur untuk terjun ke Indonesia.

Perkembangan asuransi syariah ini menunjukkan respons yang positif dari masyarakat dunia akan sistem asuransi berbasis syariah. Hal ini menunjukkan bahwa asuransi syariah dapat diterima (applicable) dan menjadi alternatif bagi sistem asuransi yang berjalan selama ini. Dari data yang telah dipaparkan di atas, kita telah mengetahui perkembangan yang positif dan signifikan dari asuransi syariah. Oleh sebab itu, patut kita analisa perbedaan yang dimiliki antara asuransi syariah dan konvensional dengan cara membandingkannya. Perbandinagn itu sangat diperlukan guna mengetahui hal-hal yang membedakan di antara keduanya dan suatu hal yang menjadi penyebab peningkatan aset asuransi syariah yang begitu cepat.

Patut untuk kita ketahui, bahwa pada hakekatnya manusia merupakan keluarga besar kemanusiaan. Hal yang diperlukan untuk dapat meraih kehidupan bersama, manusia harus saling tolong menolong dan saling menanggung antara yang satu dengan yang lain. Sistem At-Takaful, yaitu saling menanggung antara sesama manusia, merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Atas dasar pijakan 'takaful' dalam berasuransi, akan terwujud hubungan yang Islami diantara para pesertanya yang bersepakat untuk menanggung bersama atas risiko yang diakibatkan musibah, seperti kebakaran atau lainnya. Semangat bertakaful menekankan pada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan diantara para peserta. Sifat mengutamakan kepertingan pribadi atau dorongan mendapatkan keuntungan semata-mata, dihilangkan seminimal mungkin dalam asuransi syariah. Landasan utama mengenai asuransi syariah adalah sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu:

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى رواه مسلم

"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam." (HR. Muslim)
Eksistensi hadits inilah menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah.
Pembahasan mengenai asuransi syariah (takaful), khususnya perbandingan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional, akan kami paparkan lebih detail dalam sub-bab pembahasan.

     B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah berjudul “Perbandingan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional” adalah sebagai berikut:
      a. Bagaimana pengertian dan legalitas asuransi syariah?
      b. Bagaimana konsep dasar dan prinsip asuransi syariah?
      c. Bagaimana sistem asuransi syariah?
      d. Bagaimana implementasi dan perkembangan asuransi syariah?
      e. Bagaimana perbandingan antara asuransi syariah (takaful) dan asuransi konvensional?
   
    CTujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah yang berjudul “Perbandingan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional” adalah sebagai berikut:
a    a.  Untuk mengetahui pengertian dan legalitas asuransi syariah
      b. Untuk mengetahui konsep dasar dan prinsip asuransi syariah
      c. Untuk mengetahui sistem asuransi syariah
      d. Untuk mengetahui implementasi dan perkembangan asuransi syariah
      e.  Untuk mengetahui perbandingan antara asuransi syariah (takaful) dan asuransi konvensional

    D.   Manfa’at

Adapun manfa’at yang diperoleh dari pembuatan makalah yang berjudul “Perbandingan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional” adalah sebagai berikut:
      a.       Kita dapat mamahami pengertian dan legalitas asuransi syariah
      b.      Kita dapat mamahami konsep dasar dan prinsip asuransi syariah
      c.       Kita dapat mamahami sistem asuransi syariah
      d.      Kita dapat mamahami implementasi dan perkembangan asuransi syariah
      e.       Kita dapat mamahami perbandinagan antara asuransi syariah (takaful) dan asuransi konvensional





BAB II
PEMBAHASAN

    A.   Pengertian dan Legalitas Asuransi Syariah


Istilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya bukanlah istilah asli bahasa Belanda akan tetapi berasal dari bahasa latin, yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan orang”. Menurut etimologi bahasa Arab istilah Asuransi Syariah atau Takaful berasal dari akar kata kafala. Dalam ilmu tashrif atau sharaf, tafakul termasuk dalam barisan bina muta’aadi, yaitu tafaa’ala, artinya saling menanggung. Ada juga yang meterjemahkannya dengan makna saling menjamin.

Mengenai arti kata “takaful”, secara bahasa, takaful ( تكافل ) berasal dari akar kata ( ك ف ل ) yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam Al-Qur'an tidak dijumpai kata takaful, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti dalam QS. Thoha/ 20(40), yang berbunyi:

يَكْفُلُهُمَنْ عَلَى أَدُلُّكُمْ هَلْ فَتَقُولُ أُخْتُكَ تَمْشِي إِذْ
"(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"

Selain itu, juga terdapat dalam QS. Annisa/ 04(85), yang berbunyi :
مِنْهَاكِفْلٌ لَهُ يَكُنْ سَيِّئَةً شَفَاعَةً يَشْفَعْ وَمَنْ
"Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) daripadanya.."

Takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca ; tabarru') yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut. Takaful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Maidah/ 5(2), yang berbunyi :

وَالْعُدْوَانِ اْلإِثْمِ عَلَى تَعَاوَنُوا وَلا وَالتَّقْوَى الْبِرِّ عَلَى وَتَعَاوَنُو
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."

Asuransi syariah atau takaful menurut Juhaya S. Praja, adalah saling memikul risiko di antara sesama orang sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul risiko itu dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang ditunjukkan untuk menanggung risiko tersebut. Adapun Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun), menurut Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Maksud dari Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram dan maksiat.

Prinsip-prinsip yang mendasari legalitas Asuransi Syariah, diantaranya:
a) Perintah Allah Swt. untuk mempersiapkan hari depan (QS. An-Nisa [04]: 09)
b) Perintah saling tolong menolong(QS. Al-Maidah [5]: 2)
Kehalalan asuransi didasarkan pada pertimbangan praktiknya menjauhkan dari sistem riba, gharar, jahalah, dan qimar. Asuransi syariah menggunakan sistem persekutuan dan pertolongan (syirkah wa ta’awuniyah). Praktik ini dibenarkan menurut agama, bahkan didorong untuk saling menolong dalam takwa dan kebaikan.

Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian  syariah di Indonesia masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen Lembaga Keuangan. Di samping itu, perasuransian syariah di Indonesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa DSN-MUI No. 51/DSM-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada asuransi dan reasuransi.

    B.   Konsep Dasar dan Prinsip Asuransi Syariah


Konsep dasar yang sangat melekat dalam asuransi syariah adalah adanya aqad (kesepakatan). Kesepakatan sebelum melakukan asuransi antara pihak yang terkait sangat diutamakan dalam asuransi syariah atau takafaful ini. Adanya akad atau kesepakatan membuat para peserta merasa lebih nyaman dan tidak adanya unsur penekanan, karena semua transaksi yang terjalin bersifat terbuka dan saling membantu. Di bawah ini kami sajikan beberapa gambar yang menjelaskan mengenai asuransi syariah.
Gambar diatas menjelaskan bahwa peserta asuransi syariah bertabarru (membagi resiko) kepada sesama peserta, bukan mengalihkan resiko ke perusahaan asuransi. Dalam asuransi syariah peserta tidak bergantung kepada Perusahaan Asuransi. Oleh karenanya, peserta asuransi syariah sudah sepatutnya lebih terjamin pembayaran dana klaimnya.



Dari gambar diatas, perusahaan asuransi bertindak sebagai operator pengelola
dana tabarru peserta. Oleh karena itu, perusahaan asuransi berhak mengambil keuntungan atas pengelolaan dana tersebut. Tetapi, perusahaan asuransi tidak berhak "memakan" atau mengambil dana tabarru peserta, yang artinya di dalam asuransi syariah sudah sepatutnya perusahaan asuransi membayarkan klaim jika terjadi resiko pada peserta.



Gambar di atas menerangkan bahwa dana dari premi peserta, diinvestasikan ke dalam
investasi yang sesuai dengan syariah yaitu dengan skim mudharabah/mudharabah musytarakah, dan dibagi dengan berdasarkan akad tersebut.

Asuransi syariah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinip yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Al-Hadits, yakni:
 a. Pertama, saling bertanggung jawab, yakni peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab berdasarkan niat yang ikhlas dalam rangka ibadah (mardhatillah). Kehidupan di antara sesama muslim terikat dalam suatu kaidah yang sama dalam menegakkan nilai-nilai Islam. Oleh sebab itu, kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim. Sesuai dengan firman allah dalam Surat Ali-Imran (3) ayat 103. Ada pula beberapa hadits Rasul telah melandasi konsep ini, yang artinya “Setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab, dan setiap kamu bertanggungjawab atas orang orang yang berada di bawah tanggung jawabnya”(H.R. Bukhori-Muslim). Dalam hadits lain disebutkan, “Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya”(HR. Bukhori Muslim).
   b. Kedua, saling kerjasama dan saling membantu. Keutamaan umat Islam terletak pada sifat saling membantu, dengan salah satunya memfungsikan harta di jalan-Nya diantaranya untuk kepentingan sosial. Al-Quran telah memberikan landasan prinsip ini, “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS. (5) :2). Selain itu, Allah juga berfirman dalam Surat At-Taubah (9) ayat 71.
  c. Ketiga, saling melindungi dalam kesusahan. Peserta asuransi syariah menyepakati dalam aqad perjanjiannya untuk melindungi dan membantu orang lain dari kesusahan, sebab setiap orang menginginkan keselamatan dan keamanan. Dalam Al-Quran disebutkan, “Allah telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan“(QS. (106):4). Selain itu, Allah juga berfirman dalam Surat Adh-Dhuha (93) ayat 9-10.

Berdasarkan prinsip-prinsip diataslah aktivitas asuransi syariah berjalan, selanjutnya berdasarkan prinsip tersebut juga aqad perjanjian yang akan dibangun dalam perjanjian asuransi, sehingga menjadikan asuransi syariah berbeda dari asuransi konvensional.

    C.   Sistem Asuransi Syariah
Pertumbuhan asuransi syariah semakin cepat seiring dengan kebijakan pemerintah yang memanfaatkan asuransi syariah untuk meng-cover asuransi haji. Pelaksanaannya melalui konsorsium perusahaan-perusahaan asuransi syariah, yang terdiri dari Takaful Indonesia, Bumi Putera Syariah, MAA Syariah, Great Eastern dan Tripakarta Syariah, dengan Bumi Putera Syariah menjadi leader, karena memiliki pangsa pasar terbesar di Indonesia.

·         Pola asuransi

Jenis asuransi dalam sistem syariah tidak berbeda dengan yang ada di konvensional. Ada asuransi jiwa, ada juga asuransi kerugian. Perbedaannya, perusahaan asuransi syariah menginvestasikan dana premi nasabah ke bank syariah atau sektor lain yang sesuai dengan syariah Islam atau sektor yang halal.

Perbedaan yang lain, dalam praktik asuransi konvensional, bila nasabah membeli polis asuransi, misalnya asuransi mobil, kemudian tidak terjadi klaim dalam periode tersebut, maka akan menjadi keuntungan perusahaan asuransi. Artinya uang nasabah akan hangus. Sedangkan di asuransi syariah tidak begitu. Bila tidak terjadi klaim, maka akan ada bagi hasil. 

Diproyeksikan, dalam lima tahun ke depan, pangsa pasar industri asuransi syariah akan melonjak hingga 10 persen. Gejala ini terlihat dari munculnya cabang-cabang syariah dari perusahaan-perusahaan asuransi konvensional, seperti Bumuputera, Jasindo, ACA, Tripakarta, MAA, Great Eastern dan yang lainnya. Ini merupakan lonjakan yang cukup signifikan. Bayangkan bila seluruh perusahaan asuransi konvensional yang telah memiliki jaringan di seluruh Indonesia dapat melayani dengan prinsip syariah, betapa besarnya pangsa pasar yang akan dilayani. Industri asuransi sudah mulai mengantisipasi adanya permintaan pasar kelompok muslim anti-riba untuk masuk ke asuransi syariah, sehingga market-nya akan luar biasa besar. Apalagi sejak keluarnya fatwa dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai haramnya bunga bank.

·         Tahan banting

Betapa kuat dan tahan bantingnya perbankan dan perusahaan asuransi yang berlandaskan syariah. Ketika krisis moneter, banyak bank konvensional baik bermodal besar dan kecil mengalami negative spread sehingga perusahaan tersebut harus tutup. Pemerintah pun turun tangan dengan mengucurkan BLBI berjumlah ratusan triliun. Pada waktu yang bersamaan, Bank Muamalat Indonesia yang modalnya relatif kecil, malah mengalami kemajuan. Melihat kondisi tersebut muncul wacana bahwa bank-bank maupun asuransi konvensional yang telah beroperasi di Indonesia perlu mengganti sistemnya, dengan sistem syariah. Nasabah akan lebih terjamin keuntungannya sehingga pemegang sahampun akan memperoleh keuntungan yang baik.

Adanya perubahan sistem dari konvensional ke sistem syariah sebenarnya bukanlah menjadi masalah atau hambatan. Hanya saja, timbul imej atau ketakutan akan terjadi Islamisasi. Padahal konsep syariah ini sebenarnya terbuka bukan saja untuk masyarakat muslim, tetapi bisa untuk nonmuslim seluruh dunia. Prinsip ini terbuka, sama halnya dengan sistem kapitalisme yang dewasa ini dianut penduduk dunia, termasuk mereka yang beragama Islam. 

Masalah syariah adalah masalah sosial, bukan ideologi. Jadi seluruh penduduk dunia sebenarnya bisa menggunakannya. Nonmuslim yang ingin merealisaikan ekonomi syariah, tidak perlu masuk Islam. Jadi sistem ekonomi islam terbuka untuk seluruh umat manusia. Sebuah alas an bahwa para investor nonmuslim mendirikan lembaga keuangan dengan sistem syariah termasuk asuransi adalah dikarenakan tidak adanya faktor ideology. Sebaliknya, sistem ini netral, win-win solution, untung bersama, rugi juga bersama. 

Beberapa model Takaful yang diaplikasikan di beberapa negara dengan karakristiknya masing-masing, antara lain:

*      Non-Profit Model

Model ini biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik negara atau organisasi yang dikelola secara non profit (nirlaba), contohnya Al Sheikhan Takaful Company di Sudan dimana mereka menerapkan pembayaran premi dengan 100% berupa tabarru (derma) yang digunakan untuk membantu anggota lain yang mengalami musibah. Tabarru sendiri merupakan perkataan Arab yang bermaksud menderma secara ikhlas. Model inilah yang sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah karena selaras dengan kaidah-kaidah prinsip asuransi syariah. Dengan melihat kepada hakekat asuransi ini kita mendapati kenyataan dan tujuannya adalah saling tolong- menolong untuk menghadapi mara bahaya dan musibah yang terkadang menimpa sebagian orang dengan cara menggantinya dari uang yang telah dikumpulkan dari hasil premi mereka.

*      Al-Mudharabah Model

Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian untung rugi diantara anggota (shahibul maal) dan pihak pengelola/perusahaan asuransi (mudharib). Beberapa provider yang menerapkan akad ini antara lain Syarikat Takaful Malaysia Sdn Bhd (Malaysia), Syarikat Takaful Singapore Pte Ltd (Singapura), Insurans Islam TAIB Sdn Bhd (Brunei Darussalam), dan Syarikat Takaful Indonesia (Indonesia). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Kontrak bagi hasil disepakati di depan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, dimana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari keuntungan.

*      Wakalah

Meskipun hingga saat ini akad mudharabah masih mendominasi kontrak-kontrak asuransi syariah, namun beberapa ahli ekonomi Islam mulai memberi “catatan khusus” terhadap jenis akad mudharabah. Penolakan akad mudharabah difokuskan pada beberapa hal :
a.       Definisi profit sharing dalam akad mudharabah adalah “tingkat pengembalian dana hasil investasi” sedangkan dalam prakteknya, yang terjadi bukan “profit sharing” tapi “surplus sharing” dimana yang dibagihasilkan adalah “hasil investasi + modal pokok” yaitu dalam kondisi apabila seluruh dana premi yang terkumpul masih tersisa setelah dikurangi beban asuransi dan biaya operasional.
b.      Peserta Takaful dalam akad mudharabah sebenarnya hanya bertanggung jawab atau berkontribusi terhadap suatu kerugian sebatas pada dana yang ia setorkan. Hal ini berbeda dengan asuransi dimana nasabah bertanggung jawab terhadap suatu klaim dalam jumlah yang tidak terbatas.
c.       Kontribusi premi yang diniatkan sebagai tabarru (derma) tidak secara otomatis dapat ditarik kembali oleh peserta dalam bentuk pengembalian premi atau “no claim discount” karena konsep dasar tabarru adalah hibah seharusnya tidak bisa dimanfaatkan kembali oleh si pemberi hibah sendiri.
d.      Dalam model mudharabah, seluruh peserta bertanggung jawab terhadap musibah yang dialami peserta lain, termasuk untuk membayar beban-beban asuransi lain (biaya reasuransi, medical expenses, legal fee, dll) sedangkan pengelola (operator) hanya bertanggung jawab terhadap semua pengeluaran yang terkait dengan operasional dan hasil investasi sesuai kapasitasnya dalam akad mudharabah. Dalam kenyataan di beberapa model mudharabah, biaya marketing dan komisi bukan merupakan pengeluaran operator tapi dibebankan kepada Takaful fund.

Berbeda dengan akad mudharabah, aqad wakalah, menjadikan takaful berfungsi sebagai wakil peserta dimana dalam menjalankan fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka. Dalam konteks yang ideal, takaful tidak lagi mendapatkan bagi hasil karena seluruh dana beserta hasil investasinya menjadi hak penuh dari peserta. Namun demikian, pihak pengelola berhak mengenakan biaya manajemen atau biaya operasional. Contoh lembaga yang sudah menerapkan adalah ini adalah Bank Aljazira.

Akad dalam asuransi syariah sebenarnya memiliki variasi atau jenis yang beragam. Dikarenakan praktek asuransi perusahaan (tijari) yang berkembang dewasa ini pada dasarnya tidak dikenal di jaman Rasulullah maka menjadi tugas para ekonom muslim, terutama ahli dan praktisi asuransi syariah untuk terus melakukan kajian lebih mendalam guna mencari formula yang ideal dalam menyempurnakan sistem operasional bisnis asuransi syariah.

   D.   Implementasi dan Perkembangan Asuransi Syariah
Adapun aplikasi asuransi syariah di dunia Islam kontemporer, antara lain:
1)      Implementasi Asuransi Syariah di Indonesia

Perkembangan industri asuransi syariah di negeri ini diawali dengan kelahiran asuransi syariah pertama Indonesia pada 1994. Saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia. Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Dua perusahaan pemula asuransi syariah yang kini saham terbesarnya dimiliki oleh Malaysia, yaitu:
a.       Takaful Indonesia, Dengan Beroperasinya Pt Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa)
b.       PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Kerugian).

 Menkeu No. Kep-385/kmk.017/1994, melalui berbagai seminar nasional dan setelah    mengadakan studi banding dengan takaful malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai holding company pada tanggal 24 februari 1994. Kemudian pt sti mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga (life insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (general insurance). PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25 agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad selaku menteri keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 agustus 1994.

Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT Asuransi Syariah “Mubarakah”(1997) dan beberapa unit asuransi syariah dari asuransi konvensioanal seperti Maa Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001), Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi Sinar Mas Syariah (2004), Asuransi Tokio Marine Syariah (2004). Sampai dengan Mei 2008, sudah terlahir 41 perusahaan asuransi syariah di indonesia.

Data aktivitas hal-hal yang berhubungan dengan asuransi syraiah, adalah sebagai berikut:

 §  Pada tahun 2003 dibentuk suatu wadah perkumpulan atau asosiasi yaitu Asosiasi Asuransi Islam Indonesia ( AASI). AASI dibentuk selain sebagai media komunikasi sesama anggota, juga secara eksternal sebagai wadah resmi untuk mewakili asuransi islam baik kepada pemerintah, legislatif, maupun keluar negeri. Pada tahun ini hanya ada 11 pemain dalam industry syari’ah.
 §  Pada 2006, industri asuransi syariah membukukan pertumbuhan premi sebesar 73% dengan nilai total Rp 475 miliar. Kontribusi terhadap total industri baru mencapai 1,11% per 2006. Pada tahun ini ada 30 pemain dalam industry syari’ah.
 §  Pada tahun 2007, terdapat 38 pemain asuransi syariah dengan rincian 2 perusahaan asuransi syariah, 1 asuransi umum, 12 asuransi jiwa syariah, 20 asuransi umum syariah, dan 3 asuransi syariah.
 §  Januari 2008, di Indonesia sudah ada 3 perusahaan yang full asuransi syariah, 32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang reasuransi syariah. Perolehan premi industri asuransi syariah diperkirakan kembali mengulang prestasi tahun lalu dengan tumbuh sebesar 60%-70%.
 §  Akhir 2009 lalu pangsa pasar asuransi syariah mencapai 2,9 persen. Premi bruto asuransi syraiah di 2009 tercatat mencapai Rp 2,6 triliun. Tahun 2009, jumlah nasabah tiap bulan tercatat 500-700 orang.
 §  Pada tahun 2010 pangsa pasar asuransi jiwa syariah mencapai 3,28 persen dan asuransi kerugian dan reasuransi syariah 2,15 persen. Pada tahun  2010, tumbuh menjadi 3.500 orang tiap bulan. peluang pasar asuransi syariah dan konvensional 50-50.
 §  Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) menargetkan pangsa pasar industri asuransi syariah mencapai lima persen pada 2012.

Industri asuransi syariah dalam tahun-tahun terakhir ini pertumbuhannya cukup menakjubkan. Jika industri asuransi konvensional tumbuh rata-rata antara 20 - 25 persen, maka asuransi syariah mencapai 40 persen. asuransi syariah pun terbukti tahan banting dari krisis moneter. Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia.
Selanjutnya, perkembangan Asuransi Syariah dalam beberapa tahun terakhir cukup menggembirakan. Saat ini, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah operator asuransi syariah cukup banyak di dunia. Berdasarkan data Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), terdapat 51 pemain asuransi syariah di Indonesia yang telah mendapatkan rekomendasi syariah. Mereka terdiri dari 42 operator asuransi syariah, tiga reasuransi syariah, dan enam broker asuransi dan reasiuransi syariah.

Adapun perusahaan asuransi yang benar- benar secara penuh beroperasi secara syariah ada tiga, yakni Asuransi Takaful Umum, Asuransi Takaful Keluarga (jiwa), dan Mubarakah. Selain itu beberapa perusahaan asuransi konvensional telah membuka divisi syariah diantaranya MAA, Great Eastern, Bumiputera (asuransi jiwa), dan Tripakarta.
Stretegi pengembangan bisnis asuransi syariah melalui pendirian perusahaan dilakukan oleh Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak pada bisnis asuransi jiwa syariah. Sedangkan strategi pengembangan bisnis melalui pembukaan divisi atau cabang asuransi syariah dilakukan sebagian besar perusahaan asuransi, antara lain PT MAA Life Assurance, PT MAA General Assurance, PT Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi Tri Pakarta, PT AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera. Di antara perusahaan asuransi global yang masuk dalam bisnis asuransi syariah Indonesia adalah PT Asuransi Allianz Life Indonesia dan PT Prudential Life Assurance. Modus operasii pendirian asuransi syariah di Indonesia dilakukan melalui empat bentuk:
a.     Pendirian baru
b.    Konversi dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional
c. Pendirian kantor cabang baru dengan prinsip syariah oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional
d.   Konversi kantor cabang konvensional menjadi kantor cabang dengan prinsip  syariah dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional.

Ketentuan Khusus Konversi, antara lain:
a.  Tidak merugikan tertanggung atau pemegang polis
b.  Memberitahukan konversi tersebut kepada setiap pemegang polis
c. Memindahkan portofolio pertanggungan ke Perusahaan Asuransi  konvensional  lain atau membayarkan nilai tunai pertanggungan, bagi tertanggung atau pemegang polis yang tidak bersedia menjadi tertanggung atau pemegang polis dari Perusahaan Asuransi dengan prinsip syariah.

Baik pendirian baru maupun konversi, suatu perusahaan asuransi syariah dapat beroperasi apabila mendapat izin usaha dari Departemen Keuangan. Izin usaha itu diberikan setelah pengajuan pendirian atau konversi memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;
a.  Maksud dan Tujuan di dalam anggaran dasar perusahaan
b.  Memiliki tenaga ahli
c.   Memiliki Dewan Pengawas Syariah Perusahaan
d.   Memenuhi minimal modal disetor atau minimal modal kerja (bagi pendirian  cabang)
e.   Tingkat Solvabilitas (bagi pendirian cabang)
f.    Tidak sedang dalam pengenaan sanksi administratif (bagi pendirian cabang)
g.  Persyaratan-persyaratan lainnya, sebagaimana halnya persyaratan dalam pembukaan kantor cabang konvensional. Dalam upaya mendukung perkembangan asuransi syariah di Indonesia, DSN pada tahun 2001 mengeluarkan fatwa NO: 21/DSN-MUI/X/2001Tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah, yang menjadi acuan dari sisi syariah dalam penyelenggaraan kegiatan asuransi syariah di Indonesia.

          2)      Implementasi Asuransi Syariah di Dunia

Perkembangan asuransi syariah yang cukup progressif terjadi di negara-negara Arab, terutama negara Arab Saudi, Qatar, Kuwait dan Bahrain. Negara ini pertama kali mendirikan Asuransi TakafulInternasional pada tahun 1989. Pangsa pasar asuransi di Bahrain diperkirakan mencapai 65 juta dinar ($172 juta). Produk yang diluncurkan oleh asuransi Bahrain ini antara lain, Asuransi Haji dan Umrah yang diperkenalkan pada Januari 2004, asuransi kesehatan (The Best Doctors Takaful Health Care) diluncurkan pada September 2004, dan takaful pendidikan. Ketiga produk ini mendominasi dibanding produk lainnya. Beberapa industri asuransi syariah yang berkembang di Arab Saudi antara lain; Islamic Arab Insurance Company (AlBaraka Group) (1980), Islamic Corporation for teh Insurance, Investment dan Export Credit (1995), Islamic Insurance Company Ltd., Islamic Insurance and Reinsurance Company (1985), Al-Aman co-Operative Insurance (AlRajhi) (1985), Global Islamic Insurance co. (1986), Islamic Takafaul and Retakaful Company (DMI Group) (1986), dan lain sebagainya.

Di belahan Benua Afrika, asuransi syariah pertama kali didirikan di Ghana, tahun 1994, yaitu Metropolitan Insurance Company Limited (MIT). MIT merupakan satu-satunya asuransi yang beroperasi secara syariah di Ghana, dengan menerapkan sistem mudharabah dan takafuli. Selaian Ghana, di Nigeria, African Alliance Insurance Company Limited, mendirikan Islamic Life Insurance System (Takaful) pada oktober 2003. Di Senegal didirikan Islamic Takaful and Retakaful Co. dan Sonar AlAmane (AlBaraka Group). Juga Takaful Trinidad and Tobago Friendly Society didirikan di Trinidad dan Tobago pada tahun 1999.

Sementara di Eropa, negara Inggris merupakan pelopor pengembangan asuransi syariah. Melalui HSBS’s Amanah, Inggris bercita-cita menjadi leading sector bagi pengembangan asuransi syariah di Eropa dan negara lainnya. Di negara ini dirikan pula International Co-operative and Mutual Insurance Federation (ICMIF) yang menghimpun 150 orang dari 82 anggota organisasi dari 52 negara di dunia. Lembaga ini bertujuan untuk memajukan dan memperkenalkan sistem asuransi syariah ke berbagai negara.

Di Amerika, asuransi syariah pertama kali berdiri pada Desember 1996. Takaful USA Insurance Company, asuransi pertama di Amerika, didirikan untuk menampung sedikitnya 12 juta penduduk muslim di negara Paman Sam itu. Demikian pula di Australia telah berdiri Australia Takaful Assosiation Inc.

Konsep takaful (asuransi Islami) pertama sekali diperkenalkan di Malaysia pada tahun 1985. Untuk merespon dan memajukan industri asuransi syariah, Malaysia mendirikan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bank Syariah (BIRTI), yang konsen pada bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Lembaga ini telah memberi andil dalam pengembangan industri syariah di belahan asia. Dengan dukungan BIRTI, Takaful Malaysia menjalin kerjasama dengan Sri Lanka, Arab Saudi, dan pernah pula memberikan dukungan teknis (technical assistance) untuk operasionalisai Takaful Australia. Selain itu dukungan teknis dilakukan di negara Lebanon, Bangladesh, dan Algeria. Kemudian pada tahun 1997, didirikan lagi The Asean Retakaful International Labuan Ltd (ARILL). Saat ini, Malaysia memiliki beberapa industri asuransi syariah, diantaranya: CIMB Aviva Takaful Berhad, Hong Leong Tokio Marine Takaful Berhad, HSBC Amanah Takaful (Malaysia) Berhad, MAA Takaful Berhad, Prudential BSN Takaful Berhad, Syarikat Takaful Malaysia Berhad, Takaful Ikhlas Sdn Berhad, Takaful Nasional Sdn Berhad.

Dalam perkembangannya, asuransi syariah menghadapi beberapa kendala, diantaranya :
1)   Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah yang relative baru dibandingkan dengan asuransi konvebsional yang telah lama mereka kenal, baik nama dan operasinya.
2)    Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. artinya, dengan produknya bank lebih lebih banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan dengan masyarakat.
3)  Asuransi syariah, sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain, masih dalam proses mencari bentuk.
4)  Rendahnya profesialisme sumber daya manusia ( SDM) menghambat laju pertumbuhan asuransi syariah.

Strategi yang diperlukan untuk pengembangan asuransi syariah diantaranya sebagai berikut :
1)        Perlunya strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah.
2)        Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan system syariah tentunya aspek syiar islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut.
3)        Dukungan dari berbagai pihak teruitama pemerinyah, ulama, akademis, dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasi asuransi syariah.

    E.   Perbandingan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional

  Ø Perbandingan Asuransi Syariah ( takaful ) dengan Asuransi Konvensional
No.
Aspek pembeda
Asuransi Syariah
 ( takaful )
Asuransi Konvensional
1.       
Konsep
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana tabarru’
Perjanjian antara dua pihak
atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
pergantian kepada tertanggung
2.       
Asal-usul
Dari Al-Aqilah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disahkan oleh
Rasulullah menjadi hukum Islam, bahkan telah tertuang dalam konstitusi pertama di dunia (Konstitusi Madinah) yang dibuat langsung oleh Rasulullah
Dari masyarakat Babilonia
4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Dan tahun
1668 M di Coffee House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional
3.       
Sumber hukum
Al Qur’an, Sunnah
atau kebiasaan Rasulullah, Ijma, Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan,
Urf, tradisi, dan Mashalih Mursalah
Bersumber dari pikiran
manusia dan kebudayaan
4.       
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Memiliki DPS yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya
Tidak memiliki DPS.
5.                    
Akad
Berdasarkan tolong-menolong (takafful) yakni akad tabarru’ dan akad tijarah
Berdasarkan jual beli (tabadduli)
6.       
Investasi
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan syari’at islam. Babas dari riba dan tempat investasi yang terlarang
Bebas berinvestasi dalam batas ketentuan perundang-undangan dan tidak terbatasi oleh halal - haramnya obyek atau sistem investasi yang digunakan
7.       
Kepemilikan Dana
Hak peserta, perusahaan hanya mengelola
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya
8.       
Mekanisme
Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru’. Tidak mengenal dana hanggus
Jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.

9.       
Pembayaran Klaim
Diambil dari dana tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah
Diambil dari rekening dana perusahaan
10.   
Pembagian Keuntungan
Dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan
Seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan

11.   
Loading
Loading tidak semuanya dibebankan pada peserta, tapi dari dana pemegang saham. Akan tetapi, sebagian lainnya diambil dari sekitar 20-30% premi pertama. Dengan demikian, nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk

Loading cukup besar, terutama diperuntukkan bagi perusahaan dan komisi agen. Bisa menyerap premi tahun pertama sampai kelima. Oleh karena itu nilai tunai pada tahun pertama dan kelima biasanya kecil bahkan ada yang dua tahun pertama belum ada
12.   
“Maghrib”
(Maisir, Gharar, dan Riba)
Bersih dari adanya praktek Maisir, Gharar, dan Riba
Tidak sesuai dengan syari’at Islam, karena masih adanya Maisir, Gharar, dan Riba (Hal yang diharamkan dalam Mu’amalah)
13.   
Jaminan/ Resiko
Sharing of Risk, di mana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
Transfer of Risk, di mana terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung
14.   
Unsur Premi
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan (tidak mengandung riba)
Terdiri dari tabel mortalita (mortality table), bunga (interest), dan biaya-biaya asuransi (insurance charges)
15.   
Misi
Misi aqidah, ibadah (ta’awun), ekonomi (iqtishad), dan pemberdayaan umat (sosial)
Misi ekonomi dan sosial



   BAB III
PENUTUP

A.   Simpulan
Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Maksud dari Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram dan maksiat. operasional perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen Lembaga Keuangan. Di samping itu, perasuransian syariah di Indonesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa DSN-MUI No. 51/DSM-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada asuransi dan reasuransi.
Konsep dasar yang sangat melekat dalam asuransi syariah adalah adanya aqad (kesepakatan). Asuransi syariah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinip yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Al-Hadits, yaitu saling bertanggung jawab, saling kerjasama dan saling membantu, dan saling melindungi dalam kesusahan. Model Takaful yang diaplikasikan di beberapa negara dengan karakristiknya masing-masing adalah non-profit model, al-mudharabah model, dan wakalah.

Perkembangan industri asuransi syariah di Indonesia diawali dengan kelahiran asuransi syariah pada 1994. Saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia. Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995.
Secara umum, ada beberapa perbedaan mendasar antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional, yaitu asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional; Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli; Investasi dana pada asuransi syari’ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya; Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya; Dalam mekanismenya, asuransi syari’ah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru’; Pembagian keuntungan pada asuransi syari’ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.




B.   Saran
Kita sebagai generasi muda muslim, sebaiknya mampu menganalisis eksistensi asuransi syariah. Hendaknya, kita juga mencoba menelaah praktek atau kinerja asuransi syariah dan membandingkannya secara real dengan kinerja asuransi konvensional. Dengan adanya pembahasan makalah mengenai perbandingan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, diharapkan nantinya kita mampu mensosialisasikan keberadaan asuransi syariah kepada masyarakat dengan memberikan pemaparan yang logis dan detail tentang perbedaan sistem kerja antara asuransi syariah dan asuransi konvensional. Hal ini diupayakan demi meningkatkan obyek pengguna asuransi syariah. Selain itu, tujuan utama upaya tersebut adalah agar masyarakat  bisa berperilaku ekonomi yang sesuai dengan syari’at Islam.