BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemunculan agama Islam terjadi sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu, di mana dasar
penerapan prinsip syariah diletakkan dalam industri keuangan. Hal itu dikarenakan,
dalam Islam dikenal kaidah mu’amalah yaitu kaidah hukum yang disebabkan
adanya hubungan antar manusia. Sekitar tahun 1960-an
banyak cendekiawan muslim dari negara-negara Islam sudah mulai melakukan
pengkajian ulang atas penerapan sistem hukum Eropa ke dalam industri keuangan
dan sekaligus memperkenalkan penerapan prinsip syariah islam dalam
industri keuangannya. Pada awalnya prinsip syariah islam diterapkan pada industri
perbankan. Selanjutnya, penerapan prinsip syariah juga diterapkan dalam sektor di luar industri
perbankan, misalnya industri asuransi (takaful). Sistem asuransi diadopsi sebagai
sistem saling menolong dan membantu di antara para pesertanya.
Ibnu Abidin dianggap orang pertama di kalangan
fuqoha yang mendiskusikan masalah asuransi. Beliau menulis, "Telah menjadi
kebiasaan bila para pedagang menyewa kapal dari seorang harby, mereka membayar
upah pengangkutannya. Ia juga membayar sejumlah uang untuk seorang harby yang
berada di negeri asal penyewa kapal, yang disebut sebagai sukarah (premi
asuransi) dengan ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang disewanya
itu, apabila musnah karena kebakaran, tenggelam, dibajak atau sebagainya, maka
penerima uang premi asuransi itu menjadi penanggung sebagai imbalan uang yang
diambil dari pedagang itu. Apabila barang-barang mereka terkena masalah yang disebutkan di atas, maka si wakillah
yang membayar kepada para pedagang itu sebagai uang pengganti sebesar junlah
uang yang pernah diterimanya”.
Berdasarkan cuplikan
perkataan fuqaha itulah yang menjadi faktor pendorong diperlukannya sebuah
pembahasan tentang asuransi syariah. Selain itu, saat ini perusahaan asuransi syariah tersebar di seluruh dunia dan perkembangannya dapat dibilang cukup pesat. Dari asset $550 juta pada tahun
2000, $193 juta diantaranya berada di Asia Pasifik, meningkat menjadi $1,7
milyar. Angka ini terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah asuransi
syariah di dunia. Pada tahun 2004 asetnya sudah mencapai $2 milyar. Angka-angka di atas merupakan akumulasi untuk asuransi jiwa dan selain jiwa. Asuransi
keluarga syariah mendominasi perkembangan asuransi dunia, mencapai 75%, di mana
60%nya berasal dari asuransi jiwa syariah. Menurut
General Manager Manajemen
Keuangan dan Korporasi
Solidarity Bahrain, Ashraf Bseisu, menyebutkan total premi asuransi syariah di
dunia saat ini diestimasi berjumlah antara 1,7 hingga 2,3 miliar dolar AS. Dari
jumlah tersebut, sekitar 46 persen premi berada di pasar asuransi syariah Timur
Tengah. Berdasarkan pengkajian Solidarity, pada 2015, pasar asuransi syariah
diprediksi meningkat beberapa kali lipat dibandingkan saat ini. Pada tahun
tersebut, pasar asuransi syariah diprediksi meningkat menjadi antara 7,4 miliar
hingga 14 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar 27 persen berada di Eropa dan
AS. Menurut Ketua Umum Asosiasi
Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Muhaimin Iqbal, total aset asuransi syariah
pada semester I kemarin hanya Rp 967,458 miliar. Sangat
kecil jika dibanding asuransi jiwa konvensional yang telah mencapai Rp 18,271
triliun. Karena pasarnya yang belum berkembang itulah yang membuat perusahaan asuransi
berskala global tergiur untuk terjun ke Indonesia.
Perkembangan asuransi syariah ini
menunjukkan respons yang positif dari masyarakat dunia akan sistem asuransi
berbasis syariah. Hal ini menunjukkan bahwa asuransi syariah dapat diterima (applicable)
dan menjadi alternatif bagi sistem asuransi yang berjalan selama ini. Dari data yang telah dipaparkan di atas, kita
telah mengetahui perkembangan yang positif dan signifikan dari asuransi
syariah. Oleh sebab itu, patut kita analisa perbedaan yang dimiliki antara
asuransi syariah dan konvensional dengan cara membandingkannya. Perbandinagn
itu sangat diperlukan guna mengetahui hal-hal yang membedakan di antara
keduanya dan suatu hal yang menjadi penyebab peningkatan aset asuransi syariah
yang begitu cepat.
Patut untuk kita ketahui,
bahwa pada hakekatnya
manusia merupakan keluarga besar kemanusiaan. Hal yang diperlukan untuk dapat meraih kehidupan bersama, manusia
harus saling tolong menolong dan saling menanggung antara yang satu dengan yang
lain. Sistem At-Takaful,
yaitu saling menanggung antara sesama manusia, merupakan dasar pijakan bagi
kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Atas dasar pijakan 'takaful' dalam berasuransi, akan terwujud hubungan yang
Islami diantara para pesertanya yang bersepakat untuk menanggung bersama atas
risiko yang diakibatkan musibah, seperti kebakaran atau lainnya. Semangat bertakaful menekankan pada
kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan diantara para peserta. Sifat
mengutamakan kepertingan pribadi atau dorongan mendapatkan keuntungan
semata-mata, dihilangkan seminimal mungkin dalam asuransi syariah. Landasan utama mengenai asuransi
syariah adalah sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu:
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى رواه مسلم
"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam." (HR. Muslim)
Eksistensi hadits
inilah menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah.
Pembahasan mengenai asuransi syariah (takaful), khususnya perbandingan antara asuransi
syariah dan asuransi konvensional, akan kami paparkan lebih detail dalam sub-bab pembahasan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang dibahas dalam makalah berjudul “Perbandingan Asuransi Syariah dan Asuransi
Konvensional” adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana
pengertian dan legalitas asuransi syariah?
b. Bagaimana konsep dasar dan prinsip asuransi syariah?
c. Bagaimana sistem asuransi syariah?
d. Bagaimana implementasi dan perkembangan asuransi syariah?
e. Bagaimana perbandingan antara asuransi syariah (takaful) dan asuransi konvensional?
C. Tujuan
b. Bagaimana konsep dasar dan prinsip asuransi syariah?
c. Bagaimana sistem asuransi syariah?
d. Bagaimana implementasi dan perkembangan asuransi syariah?
e. Bagaimana perbandingan antara asuransi syariah (takaful) dan asuransi konvensional?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam
pembuatan makalah yang berjudul “Perbandingan Asuransi Syariah dan Asuransi
Konvensional” adalah sebagai berikut:
a a. Untuk mengetahui pengertian dan
legalitas asuransi syariah
b. Untuk mengetahui konsep dasar dan
prinsip asuransi syariah
c. Untuk mengetahui sistem asuransi
syariah
d. Untuk mengetahui implementasi dan
perkembangan asuransi syariah
e. Untuk mengetahui perbandingan antara
asuransi syariah (takaful) dan asuransi konvensional
D.
Manfa’at
Adapun manfa’at yang
diperoleh dari pembuatan makalah yang berjudul “Perbandingan Asuransi Syariah
dan Asuransi Konvensional” adalah sebagai berikut:
a.
Kita dapat mamahami pengertian dan
legalitas asuransi syariah
b.
Kita dapat mamahami konsep dasar dan
prinsip asuransi syariah
c.
Kita dapat mamahami sistem asuransi
syariah
d.
Kita dapat mamahami implementasi dan
perkembangan asuransi syariah
e.
Kita dapat mamahami perbandinagan antara
asuransi syariah (takaful) dan asuransi konvensional
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Legalitas Asuransi Syariah
Istilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya bukanlah istilah asli bahasa Belanda akan tetapi berasal dari bahasa latin, yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan orang”. Menurut etimologi bahasa Arab istilah Asuransi Syariah atau Takaful berasal dari akar kata kafala. Dalam ilmu tashrif atau sharaf, tafakul termasuk dalam barisan bina muta’aadi, yaitu tafaa’ala, artinya saling menanggung. Ada juga yang meterjemahkannya dengan makna saling menjamin.
Mengenai
arti kata “takaful”, secara bahasa, takaful ( تكافل ) berasal dari akar kata ( ك
ف ل ) yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara
seseorang. Dalam Al-Qur'an tidak dijumpai kata takaful, namun ada sejumlah kata
yang seakar dengan kata takaful, seperti dalam QS. Thoha/ 20(40), yang
berbunyi:
يَكْفُلُهُمَنْ
عَلَى أَدُلُّكُمْ هَلْ فَتَقُولُ أُخْتُكَ تَمْشِي إِذْ
"(yaitu)
ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga
Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"
Selain
itu, juga terdapat dalam QS. Annisa/ 04(85), yang berbunyi :
مِنْهَاكِفْلٌ
لَهُ يَكُنْ سَيِّئَةً شَفَاعَةً يَشْفَعْ وَمَنْ
"Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) daripadanya.."
"Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) daripadanya.."
Takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca ; tabarru') yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut. Takaful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Maidah/ 5(2), yang berbunyi :
وَالْعُدْوَانِ
اْلإِثْمِ عَلَى تَعَاوَنُوا وَلا وَالتَّقْوَى الْبِرِّ عَلَى وَتَعَاوَنُو
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
Asuransi syariah atau takaful menurut
Juhaya S. Praja, adalah saling memikul risiko di antara sesama orang sehingga
antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling
pikul risiko itu dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan
dengan cara masing-masing mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang
ditunjukkan untuk menanggung risiko tersebut. Adapun
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun), menurut Dewan Syariah
Nasional (DSN-MUI) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara
sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah. Maksud dari Akad yang sesuai dengan syariah adalah
yang tidak mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan, suap,
barang haram dan maksiat.
Prinsip-prinsip yang mendasari legalitas Asuransi Syariah,
diantaranya:
a) Perintah Allah Swt. untuk mempersiapkan hari depan (QS. An-Nisa [04]: 09)
a) Perintah Allah Swt. untuk mempersiapkan hari depan (QS. An-Nisa [04]: 09)
b) Perintah saling
tolong menolong(QS. Al-Maidah [5]: 2)
Kehalalan asuransi didasarkan pada pertimbangan praktiknya
menjauhkan dari sistem riba, gharar, jahalah, dan qimar. Asuransi syariah
menggunakan sistem persekutuan dan pertolongan (syirkah wa ta’awuniyah). Praktik
ini dibenarkan menurut agama, bahkan didorong untuk saling menolong dalam takwa
dan kebaikan.
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian
syariah di Indonesia masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam
undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi berdasarkan
prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen Lembaga Keuangan. Di samping itu,
perasuransian syariah di Indonesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI
antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah. Fatwa DSN-MUI No. 51/DSM-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah
Musyarakah pada asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006
tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah,
Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada asuransi
dan reasuransi.
B.
Konsep
Dasar dan Prinsip Asuransi Syariah
Konsep dasar yang sangat melekat dalam asuransi syariah adalah adanya aqad (kesepakatan). Kesepakatan sebelum melakukan asuransi antara pihak yang terkait sangat diutamakan dalam asuransi syariah atau takafaful ini. Adanya akad atau kesepakatan membuat para peserta merasa lebih nyaman dan tidak adanya unsur penekanan, karena semua transaksi yang terjalin bersifat terbuka dan saling membantu. Di bawah ini kami sajikan beberapa gambar yang menjelaskan mengenai asuransi syariah.
Gambar
diatas menjelaskan bahwa peserta asuransi syariah bertabarru
(membagi resiko) kepada sesama peserta, bukan mengalihkan resiko ke perusahaan asuransi.
Dalam asuransi syariah peserta tidak bergantung kepada Perusahaan Asuransi.
Oleh karenanya, peserta asuransi syariah sudah sepatutnya lebih terjamin
pembayaran dana klaimnya.
Dari gambar diatas, perusahaan asuransi bertindak sebagai operator pengelola dana tabarru peserta. Oleh karena itu, perusahaan asuransi berhak mengambil keuntungan atas pengelolaan dana tersebut. Tetapi, perusahaan asuransi tidak berhak "memakan" atau mengambil dana tabarru peserta, yang artinya di dalam asuransi syariah sudah sepatutnya perusahaan asuransi membayarkan klaim jika terjadi resiko pada peserta.
Gambar di atas menerangkan bahwa dana dari premi peserta, diinvestasikan ke dalam investasi yang sesuai dengan syariah yaitu dengan skim mudharabah/mudharabah musytarakah, dan dibagi dengan berdasarkan akad tersebut.
Asuransi
syariah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinip yang telah ditetapkan dalam
Al-Quran dan Al-Hadits, yakni:
a. Pertama, saling bertanggung jawab, yakni peserta asuransi
setuju untuk saling bertanggung jawab berdasarkan niat yang ikhlas dalam rangka
ibadah (mardhatillah). Kehidupan di antara sesama muslim terikat dalam suatu
kaidah yang sama dalam menegakkan nilai-nilai Islam. Oleh sebab itu, kesulitan
seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim. Sesuai
dengan firman allah dalam Surat Ali-Imran (3) ayat 103. Ada pula beberapa hadits
Rasul telah melandasi konsep ini, yang artinya “Setiap orang dari kamu adalah
pemikul tanggung jawab, dan setiap kamu bertanggungjawab atas orang orang yang
berada di bawah tanggung jawabnya”(H.R. Bukhori-Muslim). Dalam hadits lain
disebutkan, “Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan
memenuhi kebutuhannya”(HR. Bukhori Muslim).
b. Kedua, saling kerjasama dan saling membantu. Keutamaan umat
Islam terletak pada sifat saling membantu, dengan salah satunya memfungsikan
harta di jalan-Nya diantaranya untuk kepentingan sosial. Al-Quran telah
memberikan landasan prinsip ini, “Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran”(QS. (5) :2). Selain itu, Allah juga berfirman dalam Surat
At-Taubah (9) ayat 71.
c. Ketiga, saling melindungi dalam kesusahan. Peserta asuransi
syariah menyepakati dalam aqad perjanjiannya untuk melindungi dan membantu
orang lain dari kesusahan, sebab setiap orang menginginkan keselamatan dan
keamanan. Dalam Al-Quran disebutkan, “Allah telah memberi makan kepada mereka
untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan“(QS. (106):4). Selain itu, Allah juga berfirman dalam
Surat Adh-Dhuha (93) ayat 9-10.
Berdasarkan
prinsip-prinsip diataslah aktivitas asuransi syariah berjalan, selanjutnya
berdasarkan prinsip tersebut juga aqad perjanjian yang akan dibangun dalam
perjanjian asuransi, sehingga menjadikan asuransi syariah berbeda dari asuransi
konvensional.
C.
Sistem
Asuransi Syariah
Pertumbuhan
asuransi syariah semakin cepat seiring dengan kebijakan pemerintah yang
memanfaatkan asuransi syariah untuk meng-cover asuransi haji. Pelaksanaannya
melalui konsorsium perusahaan-perusahaan asuransi syariah, yang terdiri dari
Takaful Indonesia, Bumi Putera Syariah, MAA Syariah, Great Eastern dan
Tripakarta Syariah, dengan Bumi Putera Syariah menjadi leader, karena memiliki
pangsa pasar terbesar di Indonesia.
·
Pola asuransi
Jenis asuransi
dalam sistem syariah tidak berbeda dengan yang ada di konvensional. Ada
asuransi jiwa, ada juga asuransi kerugian. Perbedaannya, perusahaan asuransi
syariah menginvestasikan dana premi nasabah ke bank syariah atau sektor lain
yang sesuai dengan syariah Islam atau sektor yang halal.
Perbedaan yang
lain, dalam praktik asuransi konvensional, bila nasabah membeli polis asuransi,
misalnya asuransi mobil, kemudian tidak terjadi klaim dalam periode tersebut,
maka akan menjadi keuntungan perusahaan asuransi. Artinya uang nasabah akan
hangus. Sedangkan di asuransi syariah tidak begitu. Bila tidak terjadi klaim,
maka akan ada bagi hasil.
Diproyeksikan,
dalam lima tahun ke depan, pangsa pasar industri asuransi syariah akan melonjak
hingga 10 persen. Gejala ini terlihat dari munculnya cabang-cabang syariah dari
perusahaan-perusahaan asuransi konvensional, seperti Bumuputera, Jasindo, ACA,
Tripakarta, MAA, Great Eastern dan yang lainnya. Ini merupakan lonjakan yang
cukup signifikan. Bayangkan bila
seluruh perusahaan asuransi konvensional yang telah memiliki jaringan di
seluruh Indonesia dapat melayani dengan prinsip syariah, betapa besarnya pangsa
pasar yang akan dilayani. Industri asuransi sudah mulai mengantisipasi adanya
permintaan pasar kelompok muslim anti-riba untuk masuk ke asuransi syariah,
sehingga market-nya akan luar biasa besar. Apalagi sejak keluarnya fatwa dari
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai haramnya bunga bank.
·
Tahan banting
Betapa kuat dan
tahan bantingnya perbankan dan perusahaan asuransi yang berlandaskan syariah.
Ketika krisis moneter, banyak bank konvensional baik bermodal besar dan kecil
mengalami negative spread sehingga perusahaan tersebut harus tutup. Pemerintah
pun turun tangan dengan mengucurkan BLBI berjumlah ratusan triliun. Pada waktu
yang bersamaan, Bank Muamalat Indonesia yang modalnya relatif kecil, malah
mengalami kemajuan. Melihat
kondisi tersebut muncul wacana bahwa bank-bank maupun asuransi konvensional
yang telah beroperasi di Indonesia perlu mengganti sistemnya, dengan sistem
syariah. Nasabah akan lebih terjamin keuntungannya sehingga pemegang sahampun
akan memperoleh keuntungan yang baik.
Adanya perubahan
sistem dari konvensional ke sistem syariah sebenarnya bukanlah menjadi masalah
atau hambatan. Hanya saja, timbul imej atau ketakutan akan terjadi Islamisasi.
Padahal konsep syariah ini sebenarnya terbuka bukan saja untuk masyarakat
muslim, tetapi bisa untuk nonmuslim seluruh dunia. Prinsip ini terbuka, sama
halnya dengan sistem kapitalisme yang dewasa ini dianut penduduk dunia,
termasuk mereka yang beragama Islam.
Masalah syariah
adalah masalah sosial, bukan ideologi. Jadi seluruh penduduk dunia sebenarnya
bisa menggunakannya. Nonmuslim yang ingin merealisaikan ekonomi syariah, tidak
perlu masuk Islam. Jadi sistem ekonomi islam terbuka untuk seluruh umat
manusia. Sebuah alas an bahwa para
investor nonmuslim mendirikan lembaga keuangan dengan sistem syariah termasuk
asuransi adalah dikarenakan tidak adanya faktor
ideology. Sebaliknya, sistem ini netral, win-win
solution, untung bersama, rugi juga bersama.
Beberapa model Takaful yang diaplikasikan di
beberapa negara dengan karakristiknya masing-masing, antara lain:
Non-Profit
Model
Model ini biasanya dipakai oleh perusahaan
sosial milik negara atau organisasi yang dikelola secara non profit (nirlaba),
contohnya Al Sheikhan Takaful Company di Sudan dimana mereka menerapkan
pembayaran premi dengan 100% berupa tabarru (derma) yang digunakan untuk
membantu anggota lain yang mengalami musibah. Tabarru sendiri merupakan
perkataan Arab yang bermaksud menderma secara ikhlas. Model inilah yang
sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah karena selaras
dengan kaidah-kaidah prinsip asuransi
syariah. Dengan melihat kepada hakekat asuransi ini kita mendapati kenyataan
dan tujuannya adalah saling tolong- menolong untuk menghadapi mara bahaya dan
musibah yang terkadang menimpa sebagian orang dengan cara menggantinya dari
uang yang telah dikumpulkan dari hasil premi mereka.
Al-Mudharabah Model
Secara teknis,
al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian untung rugi diantara anggota (shahibul
maal) dan pihak pengelola/perusahaan asuransi (mudharib). Beberapa provider
yang menerapkan akad ini antara lain Syarikat Takaful Malaysia Sdn Bhd
(Malaysia), Syarikat Takaful Singapore Pte Ltd (Singapura), Insurans Islam TAIB
Sdn Bhd (Brunei Darussalam), dan Syarikat Takaful Indonesia (Indonesia). Keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut
bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut. Kontrak bagi hasil disepakati di depan sehingga bila
terjadi keuntungan maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil
tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, dimana peserta
mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40
persen dari keuntungan.
Wakalah
Meskipun hingga saat ini
akad mudharabah masih mendominasi kontrak-kontrak asuransi syariah, namun
beberapa ahli ekonomi Islam mulai memberi “catatan khusus” terhadap jenis akad
mudharabah. Penolakan akad mudharabah difokuskan pada beberapa hal :
a. Definisi profit sharing dalam
akad mudharabah adalah “tingkat pengembalian dana hasil investasi” sedangkan
dalam prakteknya, yang terjadi bukan “profit sharing” tapi “surplus sharing”
dimana yang dibagihasilkan adalah “hasil investasi + modal pokok” yaitu dalam
kondisi apabila seluruh dana premi yang terkumpul masih tersisa setelah
dikurangi beban asuransi dan biaya operasional.
b. Peserta Takaful dalam akad mudharabah
sebenarnya hanya bertanggung jawab atau berkontribusi terhadap suatu kerugian
sebatas pada dana yang ia setorkan. Hal ini berbeda dengan asuransi dimana
nasabah bertanggung jawab terhadap suatu klaim dalam jumlah yang tidak
terbatas.
c. Kontribusi premi yang
diniatkan sebagai tabarru (derma) tidak secara otomatis dapat ditarik kembali
oleh peserta dalam bentuk pengembalian premi atau “no claim discount” karena
konsep dasar tabarru adalah hibah seharusnya tidak bisa dimanfaatkan kembali
oleh si pemberi hibah sendiri.
d. Dalam model mudharabah, seluruh peserta
bertanggung jawab terhadap musibah yang dialami peserta lain, termasuk untuk
membayar beban-beban asuransi lain (biaya reasuransi, medical expenses, legal
fee, dll) sedangkan pengelola (operator) hanya bertanggung jawab terhadap semua
pengeluaran yang terkait dengan operasional dan hasil investasi sesuai
kapasitasnya dalam akad mudharabah. Dalam kenyataan di beberapa model
mudharabah, biaya marketing dan komisi bukan merupakan pengeluaran operator
tapi dibebankan kepada Takaful fund.
Berbeda dengan akad
mudharabah, aqad wakalah, menjadikan takaful berfungsi sebagai wakil peserta
dimana dalam menjalankan fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan
biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka. Dalam
konteks yang ideal, takaful tidak lagi mendapatkan bagi hasil karena seluruh
dana beserta hasil investasinya menjadi hak penuh dari peserta. Namun demikian,
pihak pengelola berhak mengenakan biaya manajemen atau biaya operasional.
Contoh lembaga yang sudah menerapkan adalah ini adalah Bank Aljazira.
Akad dalam asuransi
syariah sebenarnya memiliki variasi atau jenis yang beragam. Dikarenakan
praktek asuransi perusahaan (tijari) yang berkembang dewasa ini pada dasarnya
tidak dikenal di jaman Rasulullah maka menjadi tugas para ekonom muslim,
terutama ahli dan praktisi asuransi syariah untuk terus melakukan kajian lebih
mendalam guna mencari formula yang ideal dalam menyempurnakan sistem
operasional bisnis asuransi syariah.
D.
Implementasi
dan Perkembangan Asuransi Syariah
Adapun aplikasi asuransi
syariah di dunia Islam kontemporer, antara lain:
1)
Implementasi
Asuransi Syariah di Indonesia
Perkembangan industri asuransi syariah di negeri ini diawali
dengan kelahiran asuransi syariah pertama Indonesia pada 1994. Saat itu, PT
Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang dimotori
oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat
Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri,
Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia. Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan.
Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful
Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah
bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Dua perusahaan pemula asuransi
syariah yang kini saham terbesarnya dimiliki oleh Malaysia, yaitu:
a.
Takaful Indonesia, Dengan Beroperasinya Pt Asuransi Takaful
Keluarga (Asuransi Jiwa)
b.
PT Asuransi Takaful
Umum (Asuransi Kerugian).
Menkeu No. Kep-385/kmk.017/1994, melalui
berbagai seminar nasional dan setelah
mengadakan studi banding dengan takaful malaysia, akhirnya berdirilah PT
Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai holding company pada tanggal 24
februari 1994. Kemudian pt sti mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi
Takaful Keluarga (life insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (general
insurance). PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal
25 agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad selaku menteri keuangan saat itu. Setelah
keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 agustus 1994.
Setelah itu, beberapa perusahaan
asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT Asuransi Syariah “Mubarakah”(1997)
dan beberapa unit asuransi syariah dari asuransi konvensioanal seperti Maa
Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001), Asuransi Bumi Putra (2003),
Asuransi Sinar Mas Syariah (2004), Asuransi Tokio Marine Syariah (2004). Sampai
dengan Mei 2008, sudah terlahir 41 perusahaan asuransi syariah di indonesia.
Data aktivitas hal-hal yang berhubungan
dengan asuransi syraiah, adalah sebagai berikut:
§
Pada tahun 2003 dibentuk suatu wadah perkumpulan atau
asosiasi yaitu Asosiasi Asuransi Islam Indonesia ( AASI). AASI dibentuk selain
sebagai media komunikasi sesama anggota, juga secara eksternal sebagai wadah
resmi untuk mewakili asuransi islam baik kepada pemerintah, legislatif, maupun
keluar negeri. Pada tahun ini hanya ada 11 pemain dalam industry syari’ah.
§
Pada 2006,
industri asuransi syariah membukukan pertumbuhan premi sebesar 73% dengan nilai
total Rp 475 miliar. Kontribusi terhadap total industri baru mencapai 1,11% per
2006. Pada tahun ini ada 30 pemain dalam industry syari’ah.
§
Pada tahun 2007,
terdapat 38 pemain asuransi syariah dengan rincian 2 perusahaan asuransi
syariah, 1 asuransi umum, 12 asuransi jiwa syariah, 20 asuransi umum syariah,
dan 3 asuransi syariah.
§
Januari 2008, di
Indonesia sudah ada 3 perusahaan yang full asuransi syariah, 32 cabang asuransi
syariah, dan 3 cabang reasuransi syariah. Perolehan premi industri asuransi syariah
diperkirakan kembali mengulang prestasi tahun lalu dengan tumbuh sebesar
60%-70%.
§
Akhir 2009 lalu pangsa pasar asuransi syariah mencapai 2,9
persen. Premi bruto asuransi syraiah di 2009 tercatat mencapai Rp 2,6 triliun. Tahun
2009, jumlah nasabah tiap bulan tercatat 500-700 orang.
§
Pada tahun 2010 pangsa pasar asuransi jiwa syariah mencapai
3,28 persen dan asuransi kerugian dan reasuransi syariah 2,15 persen. Pada tahun 2010, tumbuh menjadi 3.500 orang tiap bulan.
peluang pasar asuransi syariah dan konvensional 50-50.
§
Asosiasi Asuransi
Syariah Indonesia (AASI) menargetkan pangsa pasar industri asuransi
syariah mencapai lima persen pada 2012.
Industri asuransi syariah dalam tahun-tahun terakhir ini
pertumbuhannya cukup menakjubkan. Jika industri asuransi konvensional tumbuh
rata-rata antara 20 - 25 persen, maka asuransi syariah mencapai 40 persen.
asuransi syariah pun terbukti tahan banting dari krisis moneter. Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi
pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia.
Selanjutnya, perkembangan Asuransi Syariah dalam beberapa tahun terakhir cukup menggembirakan. Saat ini, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah operator asuransi syariah cukup banyak di dunia. Berdasarkan data Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), terdapat 51 pemain asuransi syariah di Indonesia yang telah mendapatkan rekomendasi syariah. Mereka terdiri dari 42 operator asuransi syariah, tiga reasuransi syariah, dan enam broker asuransi dan reasiuransi syariah.
Selanjutnya, perkembangan Asuransi Syariah dalam beberapa tahun terakhir cukup menggembirakan. Saat ini, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah operator asuransi syariah cukup banyak di dunia. Berdasarkan data Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), terdapat 51 pemain asuransi syariah di Indonesia yang telah mendapatkan rekomendasi syariah. Mereka terdiri dari 42 operator asuransi syariah, tiga reasuransi syariah, dan enam broker asuransi dan reasiuransi syariah.
Adapun
perusahaan asuransi yang benar- benar secara penuh beroperasi secara syariah
ada tiga, yakni Asuransi Takaful Umum, Asuransi Takaful Keluarga (jiwa), dan
Mubarakah. Selain itu beberapa perusahaan asuransi konvensional telah membuka
divisi syariah diantaranya MAA, Great Eastern, Bumiputera (asuransi jiwa), dan
Tripakarta.
Stretegi pengembangan bisnis asuransi syariah melalui pendirian perusahaan dilakukan oleh Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak pada bisnis asuransi jiwa syariah. Sedangkan strategi pengembangan bisnis melalui pembukaan divisi atau cabang asuransi syariah dilakukan sebagian besar perusahaan asuransi, antara lain PT MAA Life Assurance, PT MAA General Assurance, PT Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi Tri Pakarta, PT AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera. Di antara perusahaan asuransi global yang masuk dalam bisnis asuransi syariah Indonesia adalah PT Asuransi Allianz Life Indonesia dan PT Prudential Life Assurance. Modus operasii pendirian asuransi syariah di Indonesia dilakukan melalui empat bentuk:
Stretegi pengembangan bisnis asuransi syariah melalui pendirian perusahaan dilakukan oleh Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak pada bisnis asuransi jiwa syariah. Sedangkan strategi pengembangan bisnis melalui pembukaan divisi atau cabang asuransi syariah dilakukan sebagian besar perusahaan asuransi, antara lain PT MAA Life Assurance, PT MAA General Assurance, PT Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi Tri Pakarta, PT AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera. Di antara perusahaan asuransi global yang masuk dalam bisnis asuransi syariah Indonesia adalah PT Asuransi Allianz Life Indonesia dan PT Prudential Life Assurance. Modus operasii pendirian asuransi syariah di Indonesia dilakukan melalui empat bentuk:
a. Pendirian baru
b. Konversi dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi
konvensional
c. Pendirian kantor cabang baru dengan prinsip syariah oleh
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional
d. Konversi kantor cabang konvensional menjadi
kantor cabang dengan prinsip syariah
dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional.
Ketentuan Khusus Konversi, antara lain:
a. Tidak merugikan
tertanggung atau pemegang polis
b. Memberitahukan
konversi tersebut kepada setiap pemegang polis
c. Memindahkan portofolio pertanggungan ke
Perusahaan Asuransi konvensional lain atau membayarkan nilai tunai
pertanggungan, bagi tertanggung atau pemegang polis yang tidak bersedia menjadi
tertanggung atau pemegang polis dari Perusahaan Asuransi dengan prinsip
syariah.
Baik
pendirian baru maupun konversi, suatu perusahaan asuransi syariah dapat
beroperasi apabila mendapat izin usaha dari Departemen Keuangan. Izin usaha itu
diberikan setelah pengajuan pendirian atau konversi memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut;
a. Maksud dan Tujuan di dalam anggaran dasar perusahaan
b. Memiliki
tenaga ahli
c. Memiliki
Dewan Pengawas Syariah Perusahaan
d. Memenuhi minimal modal disetor atau minimal modal kerja (bagi
pendirian cabang)
e. Tingkat
Solvabilitas (bagi pendirian cabang)
f. Tidak
sedang dalam pengenaan sanksi administratif (bagi pendirian cabang)
g. Persyaratan-persyaratan lainnya, sebagaimana halnya
persyaratan dalam pembukaan kantor cabang konvensional.
Dalam upaya mendukung perkembangan asuransi
syariah di Indonesia, DSN pada tahun 2001 mengeluarkan fatwa NO:
21/DSN-MUI/X/2001Tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah, yang menjadi acuan
dari sisi syariah dalam penyelenggaraan kegiatan asuransi syariah di Indonesia.
2)
Implementasi
Asuransi Syariah di Dunia
Perkembangan
asuransi syariah yang cukup progressif terjadi di negara-negara Arab, terutama
negara Arab Saudi, Qatar, Kuwait dan Bahrain. Negara ini pertama kali
mendirikan Asuransi TakafulInternasional pada tahun 1989. Pangsa pasar asuransi di Bahrain
diperkirakan mencapai 65 juta dinar ($172 juta). Produk yang diluncurkan oleh
asuransi Bahrain ini antara lain, Asuransi Haji dan Umrah yang diperkenalkan
pada Januari 2004, asuransi kesehatan (The Best Doctors Takaful Health Care)
diluncurkan pada September 2004, dan takaful pendidikan. Ketiga produk ini
mendominasi dibanding produk lainnya. Beberapa
industri asuransi syariah yang berkembang di Arab Saudi antara lain; Islamic
Arab Insurance Company (AlBaraka Group) (1980), Islamic Corporation for teh Insurance, Investment dan Export Credit
(1995), Islamic Insurance Company Ltd., Islamic Insurance and Reinsurance
Company (1985), Al-Aman co-Operative Insurance (AlRajhi) (1985), Global Islamic
Insurance co. (1986), Islamic Takafaul and Retakaful Company (DMI Group)
(1986), dan lain sebagainya.
Di
belahan Benua Afrika, asuransi syariah pertama kali didirikan di Ghana, tahun
1994, yaitu Metropolitan Insurance Company Limited (MIT). MIT merupakan
satu-satunya asuransi yang beroperasi secara syariah di Ghana, dengan
menerapkan sistem mudharabah dan takafuli. Selaian Ghana, di Nigeria, African
Alliance Insurance Company Limited, mendirikan Islamic Life Insurance System
(Takaful) pada oktober 2003. Di Senegal didirikan Islamic Takaful and Retakaful
Co. dan Sonar AlAmane (AlBaraka Group). Juga Takaful Trinidad and Tobago
Friendly Society didirikan di Trinidad dan Tobago pada tahun 1999.
Sementara
di Eropa, negara Inggris merupakan pelopor pengembangan asuransi syariah.
Melalui HSBS’s Amanah, Inggris bercita-cita menjadi leading sector bagi
pengembangan asuransi syariah di Eropa dan negara lainnya. Di negara ini
dirikan pula International Co-operative and Mutual Insurance Federation (ICMIF)
yang menghimpun 150 orang dari 82 anggota organisasi dari 52 negara di dunia.
Lembaga ini bertujuan untuk memajukan dan memperkenalkan sistem asuransi
syariah ke berbagai negara.
Di
Amerika, asuransi syariah pertama kali berdiri pada Desember 1996. Takaful USA
Insurance Company, asuransi pertama di Amerika, didirikan untuk menampung
sedikitnya 12 juta penduduk muslim di negara Paman Sam itu. Demikian pula di
Australia telah berdiri Australia Takaful Assosiation Inc.
Konsep
takaful (asuransi Islami) pertama sekali diperkenalkan di Malaysia pada tahun
1985. Untuk merespon dan memajukan industri asuransi syariah, Malaysia
mendirikan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bank Syariah (BIRTI), yang konsen pada bidang pendidikan dan
pengembangan sumber daya
manusia. Lembaga ini telah memberi
andil dalam pengembangan industri syariah di belahan asia. Dengan dukungan
BIRTI, Takaful Malaysia menjalin kerjasama dengan Sri Lanka, Arab Saudi, dan
pernah pula memberikan dukungan teknis (technical assistance) untuk
operasionalisai Takaful Australia. Selain itu dukungan teknis dilakukan di
negara Lebanon, Bangladesh, dan Algeria. Kemudian pada tahun 1997, didirikan
lagi The Asean Retakaful International Labuan Ltd (ARILL). Saat ini, Malaysia memiliki beberapa industri asuransi syariah,
diantaranya: CIMB Aviva Takaful Berhad, Hong Leong Tokio Marine Takaful Berhad,
HSBC Amanah Takaful (Malaysia) Berhad, MAA Takaful Berhad, Prudential BSN
Takaful Berhad, Syarikat Takaful Malaysia Berhad, Takaful Ikhlas Sdn Berhad,
Takaful Nasional Sdn Berhad.
Dalam perkembangannya, asuransi
syariah menghadapi beberapa kendala, diantaranya :
1) Rendahnya tingkat
perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah yang relative baru
dibandingkan dengan asuransi konvebsional yang telah lama mereka kenal, baik
nama dan operasinya.
2) Asuransi
bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan masyarakat
dalam hal pendanaan atau pembiayaan. artinya, dengan produknya bank lebih lebih
banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan dengan masyarakat.
3)
Asuransi syariah, sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain,
masih dalam proses mencari bentuk.
4)
Rendahnya profesialisme sumber daya manusia ( SDM) menghambat laju
pertumbuhan asuransi syariah.
Strategi yang diperlukan untuk
pengembangan asuransi syariah diantaranya sebagai berikut :
1)
Perlunya strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya
untuk memenuhi pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah.
2)
Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan system syariah
tentunya aspek syiar islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut.
3)
Dukungan dari berbagai pihak teruitama pemerinyah, ulama,
akademis, dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam
penyelenggaraan operasi asuransi syariah.
E.
Perbandingan
Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Ø Perbandingan Asuransi Syariah ( takaful ) dengan
Asuransi Konvensional
No.
|
Aspek pembeda
|
Asuransi Syariah
( takaful )
|
Asuransi Konvensional
|
1.
|
Konsep
|
Sekumpulan
orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ |
Perjanjian
antara dua pihak
atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung |
2.
|
Asal-usul
|
Dari Al-Aqilah,
kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disahkan oleh
Rasulullah menjadi hukum Islam, bahkan telah tertuang dalam konstitusi pertama di dunia (Konstitusi Madinah) yang dibuat langsung oleh Rasulullah |
Dari
masyarakat Babilonia
4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Dan tahun 1668 M di Coffee House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional |
3.
|
Sumber
hukum
|
Al Qur’an,
Sunnah
atau kebiasaan Rasulullah, Ijma, Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan, Urf, tradisi, dan Mashalih Mursalah |
Bersumber
dari pikiran
manusia dan kebudayaan |
4.
|
Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
|
Memiliki
DPS yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi
dananya
|
Tidak
memiliki DPS.
|
5.
|
Akad
|
Berdasarkan
tolong-menolong (takafful) yakni akad tabarru’ dan akad tijarah
|
Berdasarkan
jual beli (tabadduli)
|
6.
|
Investasi
|
Dapat
melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan yang tidak
bertentangan dengan syari’at islam. Babas dari riba dan tempat investasi yang
terlarang
|
Bebas
berinvestasi dalam batas ketentuan perundang-undangan dan tidak terbatasi
oleh halal - haramnya obyek atau sistem investasi yang digunakan
|
7.
|
Kepemilikan
Dana
|
Hak
peserta, perusahaan hanya mengelola
|
Dana yang terkumpul dari nasabah
(premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan
alokasi investasinya
|
8.
|
Mekanisme
|
Jika pada masa
kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin
mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang
dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah
diniatkan untuk tabarru’. Tidak mengenal dana hanggus
|
Jika habis
masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus
dan menjadi milik perusahaan.
|
9.
|
Pembayaran
Klaim
|
Diambil
dari dana tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal
telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana
tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah
|
Diambil
dari rekening dana perusahaan
|
10.
|
Pembagian
Keuntungan
|
Dibagi
antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi
yang telah ditentukan
|
Seluruh keuntungan menjadi hak milik
perusahaan
|
11.
|
Loading
|
Loading tidak
semuanya dibebankan pada peserta, tapi dari dana pemegang saham. Akan tetapi,
sebagian lainnya diambil dari sekitar 20-30% premi pertama. Dengan demikian,
nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk
|
Loading cukup
besar, terutama diperuntukkan bagi perusahaan dan komisi agen. Bisa menyerap
premi tahun pertama sampai kelima. Oleh karena itu nilai tunai pada tahun
pertama dan kelima biasanya kecil bahkan ada yang dua tahun pertama belum ada
|
12.
|
“Maghrib”
(Maisir,
Gharar, dan Riba)
|
Bersih dari adanya praktek Maisir, Gharar, dan Riba
|
Tidak sesuai dengan syari’at Islam, karena masih adanya Maisir, Gharar,
dan Riba (Hal yang diharamkan dalam Mu’amalah)
|
13.
|
Jaminan/
Resiko
|
Sharing of Risk, di mana terjadi proses saling menanggung antara satu
peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
|
Transfer of Risk, di mana terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada
penanggung
|
14.
|
Unsur
Premi
|
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan (tidak
mengandung riba)
|
Terdiri dari tabel mortalita (mortality table), bunga (interest), dan
biaya-biaya asuransi (insurance charges)
|
15.
|
Misi
|
Misi aqidah, ibadah (ta’awun), ekonomi (iqtishad), dan pemberdayaan umat
(sosial)
|
Misi ekonomi dan sosial
|
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Menurut
Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), Asuransi Syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Maksud dari Akad yang sesuai dengan syariah
adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan,
suap, barang haram dan maksiat. operasional perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah
mengacu kepada SK Dirjen Lembaga Keuangan. Di samping itu, perasuransian syariah
di Indonesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa
DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa
DSN-MUI No. 51/DSM-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada
asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah
bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI
No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada asuransi dan
reasuransi.
Konsep dasar
yang sangat melekat dalam asuransi syariah adalah adanya aqad (kesepakatan). Asuransi
syariah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinip yang telah ditetapkan dalam
Al-Quran dan Al-Hadits, yaitu saling bertanggung jawab, saling kerjasama dan
saling membantu, dan saling melindungi dalam kesusahan. Model Takaful yang diaplikasikan di beberapa negara dengan
karakristiknya masing-masing adalah non-profit model, al-mudharabah
model, dan wakalah.
Perkembangan
industri asuransi syariah di Indonesia diawali dengan kelahiran asuransi
syariah pada 1994. Saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada
24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat
Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu
Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia.
Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan.
Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga
(ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama PT
Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995.
Secara umum, ada beberapa perbedaan mendasar antara asuransi
syari’ah dengan asuransi konvensional, yaitu asuransi syari’ah memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan
pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam
asuransi konvensional; Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah
berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual
beli;
Investasi dana pada asuransi syari’ah
berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional
memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya; Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak
peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada
asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya; Dalam
mekanismenya, asuransi syari’ah tidak mengenal dana hangus seperti yang
terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat
melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing
period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana
kecil yang telah diniatkan untuk tabarru’; Pembagian keuntungan pada asuransi
syari’ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil
dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional
seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
B. Saran
Kita
sebagai generasi muda muslim, sebaiknya mampu menganalisis eksistensi asuransi
syariah. Hendaknya, kita juga mencoba menelaah praktek
atau kinerja asuransi syariah dan membandingkannya secara real dengan kinerja
asuransi konvensional. Dengan adanya pembahasan makalah mengenai perbandingan
asuransi syariah dengan asuransi konvensional, diharapkan nantinya kita mampu
mensosialisasikan keberadaan asuransi syariah kepada masyarakat dengan
memberikan pemaparan yang logis dan detail tentang perbedaan sistem kerja
antara asuransi syariah dan asuransi konvensional. Hal ini diupayakan demi
meningkatkan obyek pengguna asuransi syariah. Selain itu, tujuan utama upaya
tersebut adalah agar masyarakat bisa
berperilaku ekonomi yang sesuai dengan syari’at Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar